Saturday, March 20, 2010


1949

Langkah berbeda dari umur belasan
tanpa cinta wayang hindustan
anak muda ribut dan lahar

Mata bernyala, dengus nafas berbara
tapi langit runtuh di atas kepala
nyawa ibunda dipintal bengis derita

Kembali menyusun aksara seksa
Melayu dalam genggam lara
jadi kuda tunggangan badut koloni

Ringkik angin topan tak tertahan
duka sudah tak terhambat,
luka makin tak terbebat

Dendam lama jadi nanar
lalu muncul degup lain dalam diri
kencang mara bahaya

Diam panjang menuju kota
baris bocah dan bendera penjajah
merasuk lagi 1000 pahlawan menggila

Takdir di depan mata, satu nama
badik digenggam kanan, satu kata
bunuh dan merdeka !

Melukislah ghairah pada darah
foto kaku murba membingkai sejarah
remang siang meraung dalam detik

Nama kemudian jadi tertangkap
di tangan ada merah menitik parah
tatkala semangat diseret tersisa ke jalan

Tubuh dilontar ke pengap tak berguna
dingin jeriji, buram dan temaram
gelora ranjang malam nasionalis

Tapi sari kalbu sitenang danau biru
berselubung dalam senyap wibawa
tak mati dipenjara sepi

Ketika burung bangkai mengitari sukma
bersila diatas senjata hati
takkan luluh oleh kejam kemenangan

Mendorong jawaban marah jantung
waktu ditanya ribuan tanda soal
tentang perjuangan dan pengorbanan

Masih berapi pada mata
memberi tajam renung menusuk
membalas dengan keberanian cakerawala

“Aku membenih dari semaian sengsara
membaca sejarah bangsa
terus terhukum rasa lalu membela !”


28 Julai 2003

Karangan Hati Kepada Taufek
( bersempena AGM PEKASA 17 April 2010 )
karya Zacharia Abdulmanan

Alaf dulu hampir membikin dungu
berbondong lembu menyusun huruf
mengubah fikiran jadi kantong bolong.

Sastera Kenyalang tak ubah wayang purwo
mengulang plot & ‘soundtrack’ serupa
dari narasi dalang yang mencandu glory

Mesin fotokopipun datang dari kelir
mengirim cerita dari silam nama2
mencetak segenap otak dengan korupsi

Bakat terbengkalai dek pukau
memalu ulu hati kreatif , menyihir jadi puding
& menyembunyinya di balik bayang2

Selamat tinggal wayang2 ekspresionis
gelanggang ini persilatan ortodok
tak melihat kelibat Andrew Warhol

Siaran tergendala hanya paparan
titik2 hitamputih seperti tebuan tak keruan
& silhoutte mentor rakus onani,

jadi terbuang kesejatian
lebih terasing dari kelas darjah satu
tambah terpinggir dari debu diceruk dapur .

Pucuk baru mengenal hari
menulis cuma monotonis jiwa bangsa sendiri
diperam pengap penjara konvensi ,

kerana enggan berguru kepalang ajar
disalut antitenaga yang kebas
disenarai obituari setengah halaman.

Tak sedikit kematian yang kukenal
dek aura racun dari senyum radioaktif
memangsai ghairah muda jadi kecemasan.

Kini abad berlari; aku, kamu, seiring
setelah revolusi dari gua gelap
kami dada dengan nyala A.P.I nyali.

Idealisme berbenam dalam jiwa tak mungkin
bara terhambat lagi , ‘carpes diem’!
& melontar halkum di tengah keriuhan.

Sepenuh hati kami isi totalitas
seperti jalang Chairil, amuk Sutardji, sihir Sapardi
& mendaftar tanda lahir SasteraIndie TM,

membenihlah puisi menembus kalbu
kembali luar biasa panasalir dalam darah
meledak adrenalin jadi melawan.

Kredo kata2 semula menyingkap
hijab kehidupan yang tak terduga kail sejengkal
memugar enlightment di sisi jiwa.

Lalu aku coretkan lagi sajak lain
tatkala pegun dunia membuka hipokrasi
Badang menjadi puisi2 muntah saja,

tumpah dalam cangkir kopi pagi
tertulis minggu menakutkan tentang
membentuk elok di teluk esok,

Inilah produk dari kedai2 stensilan
mimpi hitam putih menjenuhkan
wajah kelabu filem Gatacca

supra algojopun menganyam lagi
mengkuang kepala kijang putih
buat dekorasi persada pesona diri,

yang tak mahu melepaskan tuntutan
atas nama, atas gelar, atas kuasa
untuk agenda pundek sendiri.

Tapi odisi ini seperti bayi belajar erti
buah cempedak di luar pagar
menukar diri jadi dewasa bangkit.

Tajam mata hati adalah senjata
terang didalam menyuluh kelam diluar
menganjak tumbuh & berkembang.

Bahasa jiwa bangsa yang organik
nalar menyonsong zaman berubah
namun plastis mencipta rahsia makrifat,

Biar menghala arah busar kritik balas
ke perdu kesenimanan independence
tetap menjadi emas dibawa berlayar

Kepada Taufek karangan sajak ini
orang2 tua tetap delima hati,
tapi anakmu bukan anakmu lagi

Mesin Waktu
Karya Zacharia Abdulmanan

Roh datang dan pergi. Raung derita takkan putus meluah di jalan. Tapi saat burung bebas terbang di langit lazuardi kian mampir.

Dari rahim ibunda, perjuangan menjadi gunung berapi. Tuan sedang membangun inderaloka berpaling tak menoleh lagi.

Letus revolusi mencabar angkuh, sombong musuh pertiwi. Lalu tusukan merubah debar bermukimlah di peti mati. Badik menukar hari berpercik darah.

Tak tertangkap nama Tuan lolos di celah celana bocah. Tapi sekujur putih rebah longlai merampas pandangan murba jadi foto kaku.

Sejarah terbingkai sempurna alkisah pejuang dan mangsanya. Terlepas marah yang tak tertahan. Anak kecil, orang tua gugur di mulut senjata.

Rumah terbakar dan api marak nyalanya. Kampung Datu sepur merah kerana amukan puaka kelembai hauskan dendam darah.

Sayugia bermula percakapan senjata. Hingar-bingar medan yuda dan ngeri mengisi mimpi malam yang berasap.

Nasionalis Melayu dan algojo Inggeris bertempur seperti besok tiada lagi. Zaman berang, udara beringas menjengah hari-hari berlalu memberi suasana sia-sia.

Nisan bertaburan di tanah kuburan. Tapi tiada tangis mengiringi kerana di sini kemarau air mata hati sudah jenuh berduka.

Dua belas purnama, petualang mengkambus bumi tercinta mencari Tuan. Kompas berputar-putar tak keruan. Satu-satu hilang dalam semangat melawan kejenuhan perang.

Wajah suram kekalahan sudah melekat di mata. Tuan telah membangunkan revolutionaire di jiwa.

Menghimpun sura dari segenap pelosok mandala Bumi Sempurna. Menggelarnya Soldadu Dari Anak Satu Bangsa. Bangsa Sarawak sempurna.

Di meja rundingan berdarah, hanya dengus dan teriak. Korban jelata dek bersatu mati kerana tanah tumpah.

Bonda bumi tercinta menyambung nyali para syuhada merdeka. gugur untuk bangkit semula. Tiada titisan darah terakhir.

Akhirnya magis semangat merempuh roboh tembok kolonialis. Kuasa Melayu tak ada tolok tandingnya. Musuh berbondong menyerah dalam sisa-sisa bangkai bernyawa.

Union Jack jadi panji tak berguna. Seluruh dada kembang-kempis bangga. Kita telah merdeka. Kita telah merdeka. Kita telah merdeka.

Tingkap di kampung tiada lagi berpaku, pintu rumah menganga menyambut kemenangan. Proklamasi kebebasan 1950 Republik Sarawak Darulhana.

Persidangan Dewan Rakyat di Sibu ibunda tanah air. Dasar negara; bahasa jiwa bangsa, cita-cita penggerak nusa, negara dijulang nyawa.

Merdeka tanggal Disember tiga. Hari ini bendera dikibar megah di angkasaraya. Merah, kuning, putih dan bilah badik.

Segalanya dalam genggaman, sejarah luka kita tinggalkan. Terima kasih Tuan. Bapa Kemerdekaan Presiden Negara, Tuan Rosli Dhoby.

Tuesday, January 13, 2009

Mati
(belasungkawa GTS 1991-2007)

habis kikis, segala cintaku hilang terbang, pulang kembali aku padaMu seperti dahulu 2 ;

memang mati bergetar dan menyubur dalam tubuh sebagai nafas –kerana hidup dan mati itu sepasang kekasih yang bergelut dalam rindu; serupa nesia kepada sibuta, waktu kepada jam, tajam kepada pisau, luka kepada darah , diam kepada batu, jarak kepada langit, hitam kepada bayang, putih kepada kapan, sepi kepada Adam, gugur kepada daun, kocak kepada air, duri kepada mawar, basah kepada haus, yoko kepada lennon, lalang kepada padang, kata kepada mantera, aku kepada calon isteriku - menjadi cinta sejati bersimpul mati seperti perginya penyair ku, mati ialah orgasme dalam persetubuhan sepasang kekasih yang panjang. ya mati mengitari setiap nafas, mati mengitari setiap roh; ia terus meluncur ke relung langit dalammu sambil mencongak-congak detik siapa pula yang habis

memang akhirnya tubuhpun diam dan sendiri, cerita serta peristiwa berlalu beku 3




2 Petikan sajak Amir Hamzah berjudul 'PadaMu Jua'.
3 Petikan sajak Chairil Anwar berjudul 'Yang Terampas dan Yang Putus.

kubuka daya hidup.

Wednesday, December 24, 2008


Belasungkawa Grup Teater Sedar 68/95
(jun 1991-oktober 2007)
"saya tutup daya mati, saya buka daya hidup"
Sajak Cinta Yang Terbakar

cinta terbakar lagi . lagi
sosokku yang jadi api. kenangan menyala
kita pernah mendewa janji
menjadi abdi kepada kata dan cinta
pernah percaya sepenuh nyawa.
sekali berdetak tetap ada yang berjejak
di denai usia . lalu menyembunyinya
menjadi rahsia setua rindu.

ia setanggi dalam ruang dan waktu.
dan semerbak tatkala malam lena
mengulit kangenku dan
di dalam mimpi kita bercumbu
kini kita rasai degup tanpa merahhati
asyik oleh liat kehidupan.

lihat foto keluarga tergantung membuat dinding
antara
tak kusedari paru-paru penuh sepi
dewasa yang asing dari kata dan cinta
hanya perjalanan hari demi hari tanpa penghabisan

mercutanda usia !
cinta terbakar lagi . lagi
sosokku yang jadi api. kenangan menyala
dan aku tahu tak kan bisa jadi pembunuhmu
cinta lama